Travelista – Mengenal lebih dekat dengan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Dodol Cilenggang. Adalah Asep Wijaya berusia 40 tahun pemilik dari usaha tersebut.

Travelista mendatangi kediaman dari Asep Wijaya setelah menerima informasi adanya penjual dodol Cilenggang. Moment itu disaksikan langsung oleh Travelista, yang menyambangi kediaman dari Asep Wijaya di jalan Cilenggang, Serpong, Tangerang Selatan, Sabtu (27/2/2021).

Ketika Travelista tiba di lokasi secara kebetulan Asep berada di tokonya. Untuk informasi, lokasi dodol Cilenggang berada di dalam tokonya tersebut.

Asep tidak memasang plang iklan Dodol Cilenggang lantaran orang sudah mengetahui dari mulut-kemulut. Kemudian dengan adanya bantuan aplikasi map, sehingga mengetahui lokasi dari wurung miliknya.

“Enggak ada plang-plang, soalnya orang udah tahu, terus ada di google map juga. Kebantu dari di google map saja,” ujar Asep kepada SuaraJakarta.id

Menjelang sore, Asep kedatangan pembeli ibu-ibu yang berasal dari Pagedangan, Kabupaten Tangerang menggunakan sebuah mobil. Mereka membeli 1 kilogram dengan harga Rp 50 ribu.

Asep menjelaskan bahwa pembeli bisa berasal dari mana saja. Apalagi ketika lebaran idul fitri sebelum pandemi Covid-19, tepatnya di tahun 2018.

Pemesananya bisa mencapai 600 kilogram dalam sehari dari puluhan orang yang membeli dodol miliknya. Bahkan, Asep membutuhkan 10 anak buah untuk membuat dodol Cilenggang tersebut.

“Dulu pernah lebaran bulan puasa tahun 2018. Pas belum pandemi. Pesenan mencapai 600 kilogram. Kira kira dapet Rp 30 juta an,” tuturnya.

Sejarahnya

Asep menceritakan awal mulannya Dodol Cilenggang menjadi makanan di wilayahnya. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu mulai pudar yang membuat dodol Cilenggang tersebut.

Adalah Ibu Iyuk yang pertama kali terbesit untuk merubah makanan sehari-hari di wilayahnnya menjadi produk kormesil. Asep mengatakan pada tahun 1995 ibunnya mulai melakukan penjualan.

“Awalnya rumahan aja, tiap rumah bikin cuma lama -lama jadi komersil juga.
Pertama kali tahun 1995, diperkenalkan oleh ibu saya namannya ibu Iyuk,” ucap Asep.

Kendati demikian, Asep tidak bisa menjelaskan harga dodol tersebut pada tahun 1995. Sebab, dirinya masih menginjak umur 12 tahun.

“Waduh saya lupa berapa, saya masih kecil. Kalau engga salah masih SMP saya. Jadi lupa saya,” kata Asep.

Asep meyakini dari dulu hingga sekarang Dodol Cilenggang tetap digemari di masyarakat Indonesia, khususnya Suku Betawi.

“Jadi dulu tuh, dodol Cilenggang biasan dipakai saat hajatan. Jadi dodol tuh harus ada kalau dalam adat betawi, enggak tau itu adat atau apa. Tapi karena dari dulu selalu ada, jadi sampai sekarang ada terus,” kata Asep.

Asep menerangkan bahan bahan yang digunakan saat pembuatan dodol Cilenggang sebenarnya sama saja dengan dodol pada umumnya seperti santen kelapa, gula merah, gula pasir, tepung dan garam.

Asel menjelaskan proses pembuatannya Dodol Cilenggang itu. Berawal dari menyiapkan kuali besar yang bisa menampung 20 liter air.

Selanjutnya dimasukan bahan Santen Kelapa dan ditunggu hingga matang. Kemudian dimasukkan adonan tepung sambil diaduk secara manual oleh salah seorang pekerja.

Menariknnya alat adukan itu menggunakan Centong besar yang dinamakan pengharu. Tinggi alat itu mencapai 150 meter atau setinggi badan si pembuatnya.

Lalu, dimasukan gula merah, gula pasir dan garam sambik diaduk terus menerus oleh pekerja. Ketika ditanya berapa takaran yang harus dimasukan. Dirinya tisak memberikannya, karena itu privasi pembuat.

Untuk diketahui, cara membuat dodol Cilenggang itu, mereka yang mengaduk di kuali tersebut tidak boleh berhenti. Sebab akan mengakibatkan gosong.

Mereka yang membuat terus mengaduk hingga memakan waktu 7 jam lamannya. Hal ini disiasatinnya dengan bergantian dengan pekerja lainnya.

“Jadi dia (pekerja) ganti-gantian ngaduknnya. Gimana enaknnya dia aja,” ucap Asep.

Asep mengatakan sekali pembuatan bisa menghasilkan 60 kilogram. Nantinnya akan dimasukkan kedalam bungkusan yang bisa disebut mika.

Setiap mika akan berisi rata-rata 5 kilogram. Harga yang dipatoknya yaitu 250 ribu.

“60 kilogram itu dibagi permika kilogram Nah permika isinya 5 Kilogram jadi kalau dijumlah harganya 250 ribu,” Kata Asep.

Pandemi Covid-19

Dalam kesempatannya, Asep menerangkan bahwa dampak dari pandemi Covid-19 membuat penghasilannya menurun hingga 70 persen.

Bahkan dirinya mengaku mensiastinnya pembuatannya agar tetap bertahan dengan mengurangi takarannya saat membuat Dodol Cilenggang.

Asep menginformasikan yang biasannya dirinya membuat 20 liter saat membuat dodol tersebut kini menjadi 10 liter. Kemudian ia membuat kembali ketika stock yang dimilikinnya sudah habis terjual.

“Ditengah pandemi dikurangin aja takerannnya biasanya 20 liter jadi 10 liter untuk ngabisin stock aja. Jadi bikin kalau stok abis. Jadinya engga tentu,” pungkasnya.

Previous articleMenantang! Berikut daftar Gunung Terekstrem di Indonesia
Next article4 Hantu asal Indonesia yang Mendunia