Travelista – Ingatkah kamu dengan kasus Audrey dan gerakan #JusticeForAudrey beberapa tahun silam? Kasus ini menjadi perbincangan yang ramai di Indonesia, menceritakan tentang perundungan dan kekerasan fisik yang dialami Audrey dari teman-teman sekolahnya.

Apakah kamu merasa bahwa teman-teman Audrey sepenuhnya bersalah? Kenyataannya, Audrey tidak mengalami kekerasan fisik seperti yang dijelaskan di berbagai narasi berita. Sebaliknya, Audrey menggunakan popularitas isu tersebut untuk meraih keuntungan dari sumbangan berbagai selebriti, salah satunya pengacara terkenal, Hotman Paris.

Terlebih lagi, media yang memberitakan juga seringkali menempatkan Audrey sebagai korban, menggunakan kalimat iba dan musik pengiring yang sedih. Dari kasus ini, kita bisa melihat bagaimana media dapat mengubah persepsi dan membentuk realitasnya sendiri yang berbeda dengan kenyataan.

Apa itu realitas? Peter Berger dan Thomas Luckmann, sosiologis asal AS, mengemukakan bahwa realitas adalah suatu kualitas yang terdapat dalam fenomena-fenomena atau gejala yang diakui manusia sebagai keberadaan dan tidak tergantung oleh manusia itu sendiri.

Lalu bagaimana dengan realitas media? Realitas media adalah kenyataan yang telah dirakit dan dimodifikasi oleh media untuk ditayangkan di perangkat media, seperti televisi, internet, radio, atau koran. Realitas yang dibentuk media telah melalui berbagai proses penyaringan sebelum mereka tayang.

Proses penyaringan dari media akan sebuah kejadian dapat mengaburkan atau bahkan mengubah fakta yang ada di lapangan. Media dapat menghilangkan sebuah elemen karena dianggap tidak penting atau tidak sesuai dengan tujuan serta agendanya. Maka dari itu, media pun dapat memanipulasi persepsi khalayak, beberapa caranya adalah sebagai berikut:

  1. Melalui Iklan

Iklan tidak dapat dihindarkan oleh siapapun. Sebuah iklan akan suatu produk yang berlebihan dapat mengubah persepsi penonton terhadap produk terkait.

2.Berita Hoax

Mudahnya rakyat untuk terpancing kepada sebuah judul berita yang berlebihan dapat memudahkan akses pengguna internet kepada berita-berita dan informasi palsu.

3. Kampanye Politik/Propaganda

Media-media yang memiliki relasi ke tokoh politik kemungkinan besar akan menyiarkan kampanye tokoh tersebut dalam persona dan image yang bagus. Media yang berpihak pada sebuah ideologi juga dapat mempromosikan pemikirannya dalam bentuk propaganda.

http://www.americancorners.rs/contentImages/news/2016_05_22/Media-and-Reality.jpg
Ilustrasi manipulasi realitas oleh media

Berkaca kembali ke kasus Audrey, media menggunakan simpati publik untuk mencari keuntungan, dengan menghilangkan atau mengubah fakta yang ada di lapangan. Kasus tersebut merupakan gabungan dari hoax dan framing oleh media.

Manipulasi informasi dari media menurut penulis adalah pelanggaran dari integritas jurnalisme. Rakyat berhak mengetahui fakta di lapangan, bukan narasi buatan agar suatu peristiwa terdengar lebih menarik.

Maka dari itu, sebagai pembaca dan penerima informasi, kita perlu bijak dalam mencerna suatu berita. Informasi yang terdengar menarik perlu diverifikasi kebenarannya dengan memeriksa sumbernya. Netizen juga jangan langsung mengambil kesimpulan dari judul berita, karena seringkali judul yang tertulis memiliki arti yang ambigu.

Penulis: Rizki Fadli Karisma Putra

Previous article“Media” Penyalur Informasi yang Efisien, Namun Dapat Menyesatkan
Next articleDear Traveler, Wisata Air di Bangka Barat yang Wajib Dicoba