Travelista – Perjalanan saya (Bram) dan dua teman saya (Renie dan Jay) bermulai dari Jakarta dengan menggunakan bus dari terminal Pulogebang menuju basecamp gunung sumbing via Kledung.
Kami berangkat selepas isya’ menggunakan ojek yang kami pikir lumayan bisa memangkas waktu dan jarak perjalanan, uniknya kalian jangan berharap duduk di bangku. Karena, kalian akan duduk di depan sedangkan yang membawa motor akan membelakangi kamu. Kebayangkan ?
Perlahan tapi pasti, gemerlap sinar lampu makin berkurang kemudian hilang dan lenyap ditelan oleh gelapnya Gunung Sumbing. Kami lihat sekeliling, “Wow.. ternyata tak satupun pendaki yang kami temui di jalan arah ke atas”. Hanya satu orang yang kebetulan turun ke arah basecamp. Dalam benak kami, masa hanya satu orang? Ah sudahlah, kami tetap berfikir positif.
BACA JUGA : Wisata Mistis Di Indonesia Yang Sebaiknya Jangan di Kunjungi
Formasi yang kami pakai sewaktu mendaki mungkin udah sering kalian dengar jika kalian sering mendaki gunung yaitu LMS (leader, middle, sweaper) dimana Jays sebagai Leader, Renie di Middle karena perempuan dan Saya menjadi Sweaper.
Sama halnya seperti pada gunung-gunung yang lain, jalur terjal dan licin menjadi “makanan” kami di perjalanan. Sunyi, sepi *jomblo *ehhh 😀 menjadi kenikmatan tersendiri saat kami mendaki. Beberapa kali leader sempat kehilangan arah dan berkomunikasi dengan saya sebagai sweaper.
Leader : “bro kemana nih?”
Sweaper : “ambil kiri bro, cz disitu ada bekas tapak kaki didekat pohon”
Leader : “OK”
Yang menjadi konsentrasi penuh saya saat itu adalah si middle, maklum dia adalah satu-satunya peserta perempuan dan mesti mengikuti langkah laki-laki gahar yang jalannya seperti ditagih utang sama rentenir yang membawa golok tajam :D.
“Astaghfirullah…” itu kata yang keluar dari mulut saya saat melihat jalur di depan kami, disana kami mendapatkan kejutan di tengah jalur pendakian, yaitu Jalur Engkol-engkol. Dan yang benar saja, jalur itu seperti melihat tembok dinding menjulang tinggi, sangat terjal di depan mata kalian dan seakan ada yang berbisik “…udah mending pulang aja tidur…”.
REKOMENDASI : 7 Hal Mistis di Gunung Sumbing Menurut Para Petualang dan Pendaki
Setapak demi setapak kami ayunkan kaki di jalur “biadab” itu, beruntungnya di sana ada beberapa batang pohon yang terlihat kokoh yang dapat dipegang sebagai sandaran hidup. Kami juga menemukan beberapa tanda arah penunjuk jalan yang berarti itu juga pertanda kami masih dijalan yang benar hehe…
Saat saya sedang terkonsentrasi dengan jalur pendakian, Saya dikejutkan dengan teriakan Renie, “Bram tolongin gue !…” . Sontak saya langsung menoleh kearah Renie yang diam tidak dapat bergerak di pinggiran tebing yang sangat terjal.
“Kenapa Mbak?” tanya saya dengan nada tinggi, “ini gue gak bisa gerak” jawabnya. Sempat terbersit dihati saya bahwa Renie saat itu sedang kesurupan atau ada sosok yang sedang memegang kakinya.
“gak bisa gerak gimana mbak?” tanya saya heran. “ini sepatu gue lincin banget, klo gerak dikit gue jatoh nih” Jawabnya sambil berusaha agar tidak terlalu panik. “tunggu mbak gue ambil tali bentar di samping keril“, Sedikit lama karena bodohnya saya meletakkan tali di dalam keril paling bawah. “Mbak tunggu saya harus naik ke posisi leader dulu buat bongkar keril”, karena kesalahan itu kami mesti tuker posisi leader dan sweaper.
“Nah ini dia” ucap saya sedikit lega, ketika tali sudah didapat, langsung saya lempar ke arah Renie. Kemudian, dengan sigap Renie menangkap tali tsb. Setelah aman tanpa pikir panjang saya memberikan arahan ke team buat mencati tempat yang landai untuk memastikan apa yang menyebabkan Renie terjatuh ke arah tebing.
“All kesitu dulu deh….”. Sambil saya menunjuk lokasi yang landai.
Bram:”Mbak Renie coba cek sepatunya kenapa?”.
Renie:”Sebentar.., haduh bawahnya penuh sama tanah Bram!”
Jays:”Haduh jangan lagi deh pake sepatu itu.., kurang bagus buat jalur beginian”
Renie:”iya nih..”
Setelah membersihkan tanah yang menempel dibagian bawah sepatu Renie. Kami-pun langsung melanjutkan perjalanan. Kami berniat nge-camp di tempat yang landai dimana para pendaki banyak mendirikan tenda di sana. Namun Jays menyarankan agar camp agak kebawah dikit, mengingat di tempat terbuka angin badai siap menerpa yang berakibat tenda kami terbang.
Setelah meletakkan peralatan yang kami bawa, saya dan Jays berpencar untuk melihat-lihat posisi yang bagus untuk mendirikan tenda sementara Renie duduk untuk beristirahat.
Bram: “gimana udah dapet?”
Jays: “belum nih, disana curam banget, kayaknya susah untuk pasang tenda”
Bram: “yaudah di sini aja deh”. Sambil menunjuk tempat yang lumayan untuk mendirikan tenda, gpplah walau sedikit miring daripada tidak dapat tempat
Jays: “OK deh, yaudah yok bongkar keril”
Memasang tenda dalam cuaca dingin itu sesuatu banget rasanya. Untuk menghangatkan badan Renie dengan cekatan menyiapkan kompor dan memasak air buat tim saat saya dan Jays sibuk memasang tenda.
Pada awalnya kita mau explore sekitar, namun apa daya, sewaktu membuka pintu tenda rasa dingin langsung masuk kedalam dan rasanya menusuk sampe ke tulang-tulang. Alhasil pintu tendapun langsung ditutup lagi dan kembali tidur adalah pilihan saat itu.
Malam berlanjut…
REKOMENDASI : 7 Hal Mistis di Gunung Sumbing Menurut Para Petualang dan Pendaki