Proses Pembangunan, Paksa Pekerja Lakukan Proses Ritual Sebanyak 3 Kali
Travelista – Stasiun Tugu Yogyakarta atau biasa kita sebut Stasiun Yogyakarta adalah stasiun kereta api kelas besar tipe A terletak di Kota Yogyakarta. Stasiun ini diresmikan pada tahun 1887 dan termasuk stasiun terbesar yang berada dalam pengelolaan PT. Kereta Api Indonesia Daerah Operasi VI Kota Yogyakarta, D.I. Yogyakarta.
Dibalik sebutannya yang sangat dibanggakan, ternyata tempat ini terdapat satu cerita mistis yang menyelimuti Stasiun Tugu Yogyakarta.
Pasalnya, saat masa pembangunannya dulu, lahan yang akan digunakan untuk pembangunan stasiun ini dulunya adalah kawasan hutan yang banyak ditumbuhi pohon beringin. Terdapat satu pohon beringin besar yang tidak bisa ditumbangkan, masyakarakat setempat menyebutnya dengan “Nyai Giri Kencono”.
Baca juga : Demonstrasi, Munculkan Hantu Reformasi di Trisakti
Nyai Giri Kencono ialah sosok penguasa gaib yang digambarkan sebagai seorang wanita dengan tubuh harimau. Nyai Giri Kencono saat masa pembangunan stasiun meminta tumbal seperti kepala kerbau serta kepala dan jari manusia.
Kepala kerbau ditanam di lahan yang akan digunakan pada sebuah upacara simbolik. Sement jararai dan kepala manusia dipilih secara langsung oleh sosok gaib tersebut.
Baca juga : Wisata Mistis Indonesia yang Sebaiknya Jangan Dikunjungi (Jilid I)
Semua tumbal manusia yang dipilih didapatkan dari masyarakat sekitar yang dipekerjakan oleh pihak Kolonial Belanda untuk membangun Stasiun Tugu Yogykarta. Sedikit berbeda dan aneh, prosesi penumbalan dilakukan secara bertahap dengan satu korban setiap bulannya.
Penumbalan pertama terjadi pada 18 Februari 1886 dimana seorang pekerja mendadak jatuh saat memasang tembok. Kepalanya terbentur bahan material hingga tewas di tempat.
Seorang mandor kemudian melakukan prosesi penumbalan dengan memenggal kepalanya dengan kapak. Kepala itu kemudian ditutupi dengan kain hitam di atas baki bambu lengkap dengan bunga-bunga ubo rampe. Setelah prosesi ritual penumbalan selesai, kepala tersebut ditanam di bawah tegel pintu masuk (pintu dalam atau bangunan lama).
Dilanjutkan penumbalan kedua ditanggal 23 Maret 1886, kali ini dilakukan saat seorang pekerja lembur tiba-tiba kerasukan siluman kera. Pekerja yang kesurupan terus berlari menuju peron selatan kemudian berhenti dan mengambil golok.
Dengan sekuat tenaga sang pekerja tersebut memenggal kepalanya sendiri hingga kepalanya terjatuh pada sebuah lubang galian yang akan dibuat pondasi. Prosesi ritual kedua sedikit berbeda, yang dibungkus kain hitam adalah bagian badan yang selanjutnya diguyur dengan darah ayam cemani. Tubuh dikuburkan berdekatan dengan bagian kepala yang telah terpisah.
Prosesi ritual kedua sedikit berbeda, karena yang ini dibungkus dengan kain hitam dan kemudian bagian badan yang selanjutnya diguyur dengan darah ayam cemani. Tubuh dikuburkan berdekatan dengan bagian kepala yang telah terpisah.
Penumbalan terakhir terjadi pada 07 April 1866 saat seorang masinis mencoba lokomotif yang digunakan untuk mengangkut material bangunan. Ketika lokomotif berjalan mundur tiba-tiba menabrak seorang pekerja yang sedang memperbaiki rel. Bagian kepala pekerja terpenggal oleh roda lokomotif di peron utara.
Kepala dibungkus dengan kain merah, sedangkan badan dibungkus kain kuning. Kepala lalu ditanam di ruang dalam dan badan ditanam di peron utara jalur satu (sekarang jalur empat).
Cukup menyeramkan dan membuat bulu kuduk kita beridirikan. Bagi Anda yang sangat penasaran, bisa langsung kunjungi Kota Yogyakarta, tepatnya di Jalan Malioboro.